Rabu, 26 Oktober 2016

Sebelah Kiri Saja

Aku menggerakkan tubuhku ke samping. Mengganti posisi tidurku, yang sudah terlalu lama dalam satu posisi yang sama. Badanku terasa pegal. Pelan-pelan aku membuka mata, karena memang masih sangat berat. Dengan pandangan yang masih buyar, aku arahkan pandanganku ke sebuah benda yang sangat terdengar bunyi dentingnya itu.


"Oh, ternyata sudah pagi. Hmm.. Belum lama rasanya aku tidur," ucapku dengan suara pelan.

Aku masih saja berbaring dan memejamkan mata kembali. Itulah kebiasaan burukku, yang selalu ingin menambah waktu.

Beberapa detik pun berlalu. Perlahan aku membuka mata, "Ayo, bangun Mira, sudah waktunya bangun," ucapku untuk memberikan semangat pada diriku sendiri.

Langsung aku bergegas untuk bangun, karena kalau tidak, nanti aku bisa terlambat.

"Aduh, waktu cepat banget ya berlalu, aku belum rapi," ujarku saat aku telah bersih dan wangi sambil merapikan pakaian yang aku kenakan.

Dengan agak tergesa aku langsung berangkat menuju stasiun kereta. Aku memang akan menggunakan kereta, karena memang ini adalah alat transportasi yang sangat efektif dari tempat tinggalku untuk bisa sampai ke tempat tujuanku.

Udara pagi menyentuh kulitku, memberikan kesejukan di sepanjang jalan. Hingga tak terasa diri ini sudah tiba di stasiun kereta.

"Hai, Mira!" sapa temanku yang sudah sampai lebih dulu di stasiun ini.

"Hai, sudah sampai, Kak Edi," jawabku padanya.

"Iya."

Aku mendengar informasi bahwa kereta akan segera datang. Aku dan temanku pun bersiap-siap. Dengan barisan yang cukup rapat, karena banyak penumpang yang akan menaiki kereta ini. Dan kemudian, tibalah kereta ini di hadapanku. Dengan tergesa dan berdesakan, aku langsung melangkah untuk bisa masuk. Namun …

Oh tidak, sandalku lepas! dengan terkejut ku berucap dalam hati.

Dengan keadaan tubuhku yang sudah terdorong oleh penumpang lain dari belakang. Sandalku tertinggal di stasiun, terlepas saat aku memasuki kereta ini. Karena dorongan yang kuat itu pun akhirnya aku bisa masuk lebih dalam. Tapi sayang … sandalku lepas satu. Kini aku hanya memakai yang sebelah kiri saja.

"Aduh, kenapa bisa seperti ini sih?" ucapku lirih.

Dengan rasa yang gelisah tapi juga lucu yang menggelitik. Aku tak bisa menahan tawaku sendiri. Namun aku tahan suaranya agar tidak terdengar.
Pikiranku berkecamuk. Udara yang masih terasa sejuknya, kini tak terasa lagi. Tubuhku berkeringat. Aku panas dingin. Ingin rasanya aku segera turun untuk kembali dan tidak meneruskan perjalananku ini, tapi di satu sisi aku harus berangkat karena kalau tidak itu berarti aku sudah bolos satu hari. Tapi kereta pun terus melaju, satu per satu stasiun pun sudah dilalui. Aku memang masih agak ragu untuk turun.

Huhft.. Bagaimana ini? Malu banget aku, kalau sampai ada yang lihat, apalagi teman-temanku yang lain tahu, pikirku.

Karena di dalam kereta ini memang sudah banyak teman yang lain. Dan mereka biasa memberikan aku tempat duduk, salah satu di antara mereka akan memberikannya untukku. Akhirnya aku memberanikan diri untuk bercerita kepada temanku, Kak Edi.

"Kak, sandal aku putus, aku cuma pakai sebelah nih," bisikku padanya.

"Oh, masa'?! Yah, ada-ada aja," katanya.

Dengan tersenyum malu aku menjawab, "Iya nih, ada-ada aja."

Lalu ia menyuruhku untuk duduk, karena sudah ada yang ingin bergantian. Aku memang tidak ingin duduk, aku tidak berkata apa-apa tapi mungkin dari raut wajahku terlihat.

"Ayo, nggak apa-apa, duduk aja," ucapnya padaku.

Akhirnya aku pun duduk.

Salah satu temanku bertanya, "Kenapa, Mir? Kena musibah, ya?"

"Oh, iya nih," jawabku tersenyum dengan perasaan malu.

"Nggak ada yang bawa dua sih, nanti beli lagi aja, ya," katanya.

"Oh, nggak apa-apa, iya nanti aku beli lagi."

Cuma aku bingung, apakah ada yang jual, karena hari masih sangat pagi. Tapi ya semoga saja ada deh.
Penumpang pun sudah mulai berkurang, teman-temanku pun sudah turun lebih dulu. Sedangkan aku masih harus terus berlanjut karena arah tujuanku adalah ke stasiun terakhir jurusan ini.

Mataku melihat di sekeliling dalam kereta, hanya ada beberapa orang saja. Aduh … jadi kelihatan deh, kalau aku cuma pakai sandal sebelah, benakku.

Karena memang tidak banyak penumpang yang sampai turun di pemberhentian terakhir jurusan kereta ini. Kereta pun melaju perlahan dan hingga akhirnya berhentilah kereta ini.

Aku langsung melepas sandalku yang sebelah ini, aku meninggalkannya di dalam kereta. Aku turun dengan tanpa alas kaki. Dengan percaya diri, aku terus berjalan. Selangkah demi selangkah aku lalui. Dengan merasakan malu di wajahku dan juga debu serta kerikil kecil di kakiku. Aku mulai mengambil telepon genggamku untuk menghubungi saudariku.

"Halo, iya nih bagaimana, ya? Mau beli tapi kalau nggak ada yang jual bagaimana?" Aku masih meneruskan percakapanku di telepon, sambil menuju pintu keluar stasiun ini.

Di sepanjang jalan, aku terus menahan rasa malu, karena aku yakin orang-orang di sekitar pasti melihat aku berjalan tanpa alas kaki. Akhirnya aku pun sampai di pintu keluar dan aku mengikuti saran temanku tadi, kalau di sebelah kiri pintu keluar itu ada yang jual sandal. Aku mulai melangkah lagi dengan sangat berhati-hati, karena batu-batu kecil sangat terasa di kedua telapak kakiku. Tapi ternyata tidak ada satu pun yang jual.

"Aduh, nggak ada … di mana dong, ya?"

Pikiranku mulai melayang lagi. Aku tidak bisa berpikir jernih. Rasanya aku ingin kembali pulang atau aku harus tetap terus berjalan tanpa alas kaki sambil mencari yang jual. Tapi saudariku berkata, karena memang aku masih belum memutuskan percakapanku di telepon.

"Tanya sama orang di sekitar," katanya.

"Oh iya, benar juga, ya? tanya sama orang," jawabku padanya, "terima kasih, ya," tambahku.

Kemudian aku mematikan telepon genggamku, memutuskan percakapanku. Hmm … dengan siapa, ya? Gumamku dalam hati.
"Pak, maaf mau tanya."

"Iya, Dik."

"Kalau ada yang jual sandal itu di mana, ya?" tanyaku kepada bapak pedagang buah.

"Oh sandal? Sini, ikut saya."

Aku pun mengikutinya. Tapi ternyata ia membuka sebuah karung. Dan wah, ternyata karung itu berisi sandal. Mungkin beliau juga menjual sandal, tapi belum siap untuk membuka dagangannya, karena hari memang masih sangat pagi.

Hmmm … syukurlah, aku bertanya pada orang yang tepat. Akhirnya aku bisa mendapatkan sandal tanpa perlu berjalan lebih jauh lagi dengan tidak memakai alas kaki, pikirku saat aku mengenakan sandal baru ini.

Hmmm… Hal yang berharga bagiku, dengan bertanya, semua jadi terasa lebih mudah. Jika saja aku masih berdiam diri, menyembunyikan tujuanku, pasti rasa malu itu akan terus aku bawa sampai aku menemukannya.
Terimakasih Saudariku.
Dan tentu saja, semua ini tidak terlepas dari pertolongan-Nya. Tuhan selalu bersama kita.

Aku pun melanjutkan perjalananku lagi dengan menggunakan alas kaki yang baru. Aku merasakan lagi sejuknya udara yang menyentuh tubuhku. Aku bisa bernafas lebih lega, menghirup udara pagi yang segar, begitu sejuknya. Dan dengan lucu yang menggelitik, senyum dan tawa itu tercipta. Ingin terus aku tertawa, tapi aku harus bisa menahannya, karena aku memang masih berada di jalan. Tapi lagi-lagi aku tersenyum... Senyum dan senyum lagi sambil ku melangkah melanjutkan perjalananku ini......

******

Semoga bermanfaat yaa... :)

"Smile and Love"

6 komentar:

  1. Hahaahahhaa... Lucu lucccuuu....!!!!


    Jadi ikut terbawa... Hehheee..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe.... Makasih yaaa udh mau mampir...

      Ah masa'?! :D
      Tapi kalah jauh sama ceritamuu.. :D

      Hapus
    2. Hehehe.... Makasih yaaa udh mau mampir...

      Ah masa'?! :D
      Tapi kalah jauh sama ceritamuu.. :D

      Hapus
  2. Jiaaaahhhh... Cerita yg mannnnaaa...??? Sy belum punya satupun cerita.. #Nyesek.. Wkwkwkwkk

    BalasHapus
  3. Hahaaa... Ceritanya ada, pasti.. Hihii.. Ayolah jangan disembunyikan.. ;)

    BalasHapus
  4. Hahaaa... Ceritanya ada, pasti.. Hihii.. Ayolah jangan disembunyikan.. ;)

    BalasHapus